Jumat

Sejarah dan Profil Musik Hip Hop Jawa

Posted By: Dunarpan - 21.04

Share

& Comment


Bicaranya memang ceplas-ceplos. Yang belum terlalu kenal bahkan bisa menganggapnya kasar. Demikianlah sosok Marzuki Muhammad, 35 tahun, akrab disapa Juki, rapper asal Yogya, yang terkenal sampai ke luar negeri karena membawakan lagu hip hop Jawa. Pendiri Jogja Hip Hop Foundation (JHF) ini suatu kali ditanya mengapa nge-rap dalam bahasa Jawa. "Iki jane yo cuma soal boso sing enak ning cangkem wae (Ini sebenarnya cuma soal bahasa yang enak di mulut saja)," katanya dalam bahasa Jawa ngoko, lalu nyengir.

Walau terkesan main-main, "bahasa yang enak di mulut" sebenarnya jawaban serius. Musik rancak asal Amerika itu memang menuntut tingkat keakraban dan fleksibiltas tinggi dalam bahasa. Hip hop membutuhkan bahasa yang ekspresif, mampu bermain dengan bunyi atau aliterasi, dan tidak boleh kesulitan mengungkapkan gagasan.

Kecocokan antara bahasa Jawa ngoko dan tradisi rima dalam hip hop ini dirasakan rapper lain. Itu pula yang menjadi mengapa sejak tahun 1990-an kota Yogya melahirkan puluhan rapper Jawa, meski banyak di antaranya hanya populer di komunitas terbatas. Pada 1996, misalnya muncul G-tribe, grup hip hop Jawa pertama di Yogya dan mungkin juga di Indonesia.


Pentolan G-tribe, Janu Prihaminanto (beken dengan nama komersial Ki Ageng Gantas), 34 tahun, ketika itu meluncurkan tembang berjudul Jogo Parkiran. Lagu ini langsung jadi hit di radio-radio kota Yogya, Solo, Semarang, Purwokerto, bahkan sampai ke perbatasan Jawa Barat. Padahal, isi lagunya sederhana. Mengkritik perilaku tukang parkir pinggir jalan yang cuma nongkrong dan tidak serius menjaga kendaraan. Cuma, G-tribe bubar setelah album pertama. Janu kemudian membentuk Rotra, masih di jalur hip hop.


Tadisi hip hop Jawa lalu makin populer. Di sudut kampung Kali Code, Heri Wiyoso dan Balance Perdana Putra membentuk grup yang namanya canggih sekaligus sulit diingat: South Central Rhyme Syndicate. "Biar terkesan gangster gitu," kata Balance, agak tersipu. Namun South Central Rhyme Sydicate tidak laku sehingga diganti menjadi Jahanam. Nama ini tercetus ketika dia menonton film Brama Kumbara (Saur Sepuh), dan di salah satu adegan ada pemain berkata, "Jahanam kamu!"


Jahanam merilis single berjudul Tumini pada 2003 dan bisa dibilang kembali mengisi kekosongan hip hop Jawa setelah era G-tribe. Tumini yang kasar itu, yang isinya mengejek Tumini si perempuan desa yang berdandan menor setelah di kota (tapi tetap kelihatan kampungan), kontan jadi hit.


Sebanyak 20.000 keping album Jahanam terjual dalam waktu seminggu, hanya di Yogya. Album itu juga dibajak habis-habisan. Popularitas Tumini demikian massif sampai MTV melirik dan membuatkan videoklipnya. Lagu itu juga bisa dibilang lagu hip hop Jawa pertama yang menembus luar negeri, diputar di radio SBS, Australia.


Sayangnya, setelah itu, hip hop Jawa kembali mati suri. Genre musik yang spesifik ini tetap timbul-tenggelam. Salah satu sebabnya, sifat pendengarnya yang terbatas. Hanya yang bisa mengerti bahasa Jawa yang mampu mencernanya. Pada saat itulah, Marzuki Muhammad masuk.


Pada 2003, ia mendirikan Jogja Hip Hop Foundation (JHF), sebuah komunitas dengan keanggotaan yang sangat cair: perorangan, juga grup-grup hip hop yang tersebar di Yogya. Menurut Juki, awalnya anggota JHF sampai puluhan, tapi makin berkurang karena seleksi alam. Banyak yang tidak lagi aktif karena kesibukan pribadi, hingga tinggal para kru G-Tribe, Rotra, Jahanam, dan beberapa perorangan yang masih setia.


Sebagai sebuah komunitas, sumbangan terbesar Juki lewat JHF memang mempertahankan tradisi hip hop Jawa agar tetap hidup. Caranya, secara rutin ia mengadakan acara kecil tingkat kampung macam Hip Hop Reunion atau Angkringan Hip Hop. "Soalnya, kalau tidak ada acara macam itu, nanti
hip hop Jawa mati suri lagi," katanya.

Angkringan Hip Hop, misalnya, diadakan rutin di belakang toko pakaian milik Juki di daerah Kotabaru, Yogyakarta. Diberi nama itu karena memang ada penjual nasi kucing khas angkringan di dekat panggung. Sore sebelum acara, para kru, misalnya, memasak air dulu untuk menyiapkan kopi (atau minuman keras). Lalu malamnya berkumpul untuk ber-hip hop. Jumlah pesertanya bisa puluhan, dan gratis.


Perjalanan komunitas JHF sejak 2003, yang juga merekam sejarah hip hop Jawa di kota Yogya, kini terdokumentasi dengan baik. Sebuah film dokumenter berjudul Hiphopdiningrat karya Marzuki dan Co-Director Chandra Hutagaol (sempat diputar di Jakarta International Film Festival 2010) adalah hasilnya. Film yang bahannya berasal dari 300 keping cakram video mini koleksi Juki ini sangat akrab menceritakan fenomena hip hop Jawa di Yogya, yang independen, jauh dari amatan label besar Jakarta, tapi memiliki komunitas dan pendengar yang akrab.


Ketika JHF pentas di Jakarta, Maret lalu, antara lain di Teater Salihara dan Taman Ismail Marzuki, responsnya sangat luar biasa. "Tumini! Tumini!" teriak seorang pria berusia 50-an tahun ketika JHF pentas di Salihara. "Saya dulu mencari kaset ini sampai ngubek dan ketemunya di belakang pasar di Surabaya," katanya pada saat sesi diskusi.


Pada tahun ini, tampaknya hip hop Jawa kembali eksis. Tidak cuma di tingkat nasional, melainkan juga di luar negeri. Popularitas Hiphopdiningrat turut membuka mata dunia. Undangan pentas ke luar negeri terus berdatangan. "Sampai tahun 2012, jadwal sudah penuh," kata Juki ketika ditemui di Jakarta, Maret lalu.


Dimulai ketika JHF diundang pentas ke Singapura, lalu Korea Selatan, dan San Francisco. Hingga pada Mei 2011 ini, mereka akhirnya berhasil menaklukkan kota kelahiran hip hop: New York. Seminggu mereka pentas di sana, menghadiri rap party di Distrik Bronx, yang merupakan "kota suci" musik rap, berfoto bersama legenda rap sana, sekaligus menikmati attitude kasar khas distrik tersebut. Uniknya, selama di sana, kru JHF tetap mengenakan baju batik identitas mereka.


Namun tur JHF ke Amerika Serikat belum berakhir. Tahun depan, mereka kembali untuk tur ke 10 kota atas undangan Center Stage US, sebuah lembaga seni budaya Amerika. Pulang dari New York, mereka ditawari jadi bintang iklan Intel Core 2 duo. Target berikutnya adalah merilis album pada Februari 2012. Lalu mereka pentas di Suriname, yang penduduknya berbahasa Jawa. Celah ini muncul ketika Menteri Dalam Negeri Suriname berkunjung ke Yogya, beberapa waktu lalu.


Pada saat ini, Juki bahkan sedang merancang pembangunan markas resmi JHF, yang merangkap studio, di sudut Museum Nasional Yogyakarta. Biaya awal studio itu cuma Rp 5 juta. Namun studio itu akan berisi peralatan senilai Rp 100 juta karena ada pihak yang bersedia mendanainya. Markas resmi JHF ini rencananya dibuka pada awal 2012. Juki juga sedang sibuk mencari manajer untuk JHF. Ia mengakui bahwa JHF mulai mengalami perubahan, tidak lagi terlalu cair seperti dulu. "Dulu komunitas, sekarang seperti grup," ujarnya.


Tentang sukses JHF pada 2011 ini, Juki mengatakan bahwa itu terjadi karena dedikasi mereka pada kesenian. Sebab, kata Juki, anggota JHF lebih melihat diri mereka sebagai seniman, bukan bintang. "Selama kami nggak laku, aku sama temen-temen tetap bisa seneng-seneng. JHF tetap ada. Kalau JHF ini komoditas, ia tentu sudah lama bubar. Pirang taun kito rak payu-payu (Beberapa lama kami nggak laku-laku)," katanya.


Keberhasilan JHF juga memotivasi grup lain. Menurut Juki, banyak komunitas hip hop lain di daerah seperti Bali, Medan, Gorontalo, Bandung, Aceh, dan Ambon mulai menjalin kontak. Komunitas hip hop ini pun nge-rap dengan bahasa lokal masing-masing dan berharap suatu saat bisa setenar JHF. Selama relasinya dengan komunitas lokal tidak hilang, boleh jadi mereka bisa mengikuti jejak JHF.


Juki juga menyadari hal itu. Usai pentas di New York, ia menulis semacam pengumuman resmi di situs JHF. "Sepulang dari New York, kami merencanakan sebuah konser di tengah kampung dengan sound system seadanya. Dari sana kami berasal."
sumber

About Dunarpan

Techism is an online Publication that complies Bizarre, Odd, Strange, Out of box facts about the stuff going around in the world which you may find hard to believe and understand. The Main Purpose of this site is to bring reality with a taste of entertainment

0 komentar:

Posting Komentar

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! www.BlogPingSite.com Pingates HyperSmash

Copyright © Dunia Artikel™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.