JAKARTA - Peneliti dari Divisi Monitoring Kebijakan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan perusahaan pemenang tender percetakan naskah UN, terkait dengan keterlambatan distribusi soal UN 2013 ke 11 provinsi.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab keterlambatan, apakah karena kelalaian ataukah kesengajaan yang berindikasi korupsi. ICW menilai keterlambatan distribusi soal UN tahun ini bukan pada teknis distribusi.
"Tidak ada faktor krusial seperti cuaca dan lainnya yang dapat menghambat penyaluran soal tersebut," kata Siti Juliantari kepada JPNN.com, Minggu (14/4) malam.
Berdasarkan informasi yang diperoleh ICW, terdapat tujuh perusahaan percetakan UN 2013 antara lain PT. BDP, PT. PB, PT. GIP, PT. JTP, PT. KWU, dan PT. TMG. Total anggaran percetakan dan distribusi soal UN 2013 adalah sebesar Rp 94,9 miliar.
Menurutnya, audit dapat dimulai dari aspek kewajaran visitasi perusahaan pemenang lelang.
"Pertanyaanya, apakah panitia lelang Kemdikbud telah melakukan prosedur visitasi dan memutuskan pemenang dengan benar? Hal ini dapat dilihat melalui kemampuan dan kapasitas cetak perusahaan percetakan tersebut," urainya.
Jika ternyata perusahaan percetakan tersebut ternyata tidak memiliki kemampuan dan kapasitas percetakan sebagaimana yang disyaratkan, maka perlu diselidiki mengapa perusahaan tersebut bisa lolos. Apakah ada titipan atau suap dalam penetapan pemenangan lelang.
Selain perusahaan pemenang lelang pengadaan dan distribusi soal UN 2013, ICW juga mendorong BPK memeriksa pejabat Kemendikbud terkait UN. Apakah pejabat tersebut memiliki kontribusi terhadap penetapan pemenang lelang pengadaan dan distribusi soal UN 2013 atau tidak.
"Apakah pejabat tersebut menerima imbalan atau jasa atas kontribusi nya tersebut? Jika hasil audit menemukan adanya indikasi korupsi maka BPK RI harus melaporkan ke penegak hukum. Para pelaku yang terlibat harus diusut sampai tuntas," tegasnya.
Jika penyebab keterlambatan adalah karena kelalaian, lanjut Siti, maka pihak yang bertanggung jawab, pejabat Kemendikbud dan perusahaan percetakan, harus diberi sanksi.
Pejabat Kemendikbud diberi sanksi sesuai dengan porsi kesalahannya. Perusahaan percetakan harus masuk daftar perusahaan hitam yang tidak boleh ikut tender pengadaan barang dan jasa di Kemendikbud.
sumber : jpnn
0 komentar:
Posting Komentar